Assalamualaikum wr wb
Damai Sejahtera, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan, Rahayu.
Perkenalkan nama saya Fauzie Purnomo Sidi, S.Pd.,Gr. Calon Guru Penggerak Angkatan 6 dari Kabupaten Lampung Selatan. Izinkan saya bercerita sedikit tentang apa yang sudah saya dapat setelah mempelajari Modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Tahukah Anda siapa Bapak Pendidikan kita? Tentu saja semua menjawab tahu. Ki Hadjar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat adalah Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Beliau lahir tanggal 2 Mei 1889, tanggal lahir beliaulah yang dijadikan hari yang selalu kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Penetapan hari lahir Ki Hadjar Dewantara sebagai Hari Pendidikan Nasional bukan tanpa alasan. Begitu besar jasanya sebagai Pahlawan Pendidikan tentu kita semua ketahui. Akan tetapi, tentang konsep pemikirannya mungkin banyak dari kita yang belum memahaminya. Bagaimana kita akan menerapkan bila kita belum memahami? Beruntung telah diberi kesempatan mempelajari pemikiran Ki Hadjar Dewantara melalui Modul 1.1. Pendidikan Guru Penggerak. Oleh sebab itu, izinkan saya untuk membahas sedikit konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara melalui artikel singkat ini.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Pertama mengenai konsep pendidikan dan pengajaran. Menurut beliau pendidikan dan pengajaran adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan, pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam bermasyarakat.
Peran pendidik dianalogikan sebagai seorang petani atau tukang kebun. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang merawat tanaman untuk membesarkan sesuai kodratnya. Merawat padi berbeda pula caranya dengan merawat jagung dan menanam padi tidak akan menghasilkan buah jagung.
Maksud Pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan, hal. 1, paragraph 4). Dalam pernyataan ini beliau bermaksud menjelaskan kepada kita mengenai konsep menuntun di dalam pendidikan. Guru hanya bisa menuntun tumbuhnya kekuatan yang ada pada anak sesuai dengan kodratnya. Untuk mengarahkan dan memperbaiki lakunya, bukan dasarnya. Anak diberi arahan agar tidak kehilangan arah supaya selamat bahagia dan tidak celaka.
Dalam menuntun harus sesuai dengan kodrat anak. Pendidikan diharapkan dapat menuntun anak menggapai kekuatan kodrat sesuai alam dan zaman. Kodrat alam yang dimaksud berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada. Ini berkaitan dengan latar belakang peserta didik. Konteks sosial kultural daerah juga termasuk bagian dari kodrat alam seorang siswa. Sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan pendidikan yang dinamis mengikuti perkembangan zaman. Bila dilihat dari sudut pandang kodrat zaman, pendidikan dewasa ini menekankan pada penggunakan teknologi dan keterampilan abad 21. Pendidik dan peserta didik diharap mampu memiliki keterampilan digital di era Revolusi Industri 4.0.
Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD: 1993), Budi pekerti, watak, karakter adalah bersatunya (perpaduan harmonis) antara gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat. Budi pekerti ini merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Nilai-nilai keteladanan dari pendidik adalah kunci utama dalam penanaman budi pekerti.
Ki Hadjar Dewantara juga mengingatkan kita tentang kodrati anak yang secara alami masi senang bermain. Ketika anak-anak bermain yang mereka rasakan adalah kegembiraan. Bisa dibayangkan bila kita padukan pendidikan dalam suasana bermain yang bahagia. Pastilah tujuan pembelajaran lebih mudah dicapai karena anak belajar dengan senang hati dan bahagia.
Hal yang utama juga yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara bahwa guru harus memberi teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso), dan memberi dorongan (tut wuri handayani). Itu semua penting dipahami dan implementasikan dalam pembelajaran di sekolah. Sehingga munculah segala kekuatan kodrat anak, cakaplah hidupnya, selamat, dan juga bahagia.
Refleksi
Sebelum memahami konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara, saya meyakini bahwa sistem punishment ketegasan dalam memberi hukuman adalah kunci untuk membimbing siswa ke arah yang lebih baik. Saya yakin semua siswa bisa memiliki kemampuan yang sama dalam pembelajaran. Saya berpikir bahwa tidak ada siswa yang bodoh di dunia ini, yang ada hanya siswa yang malas. Terlalu banyak menuntut siswa, tetapi sedikit melakukan inovasi yang nyata. Ternyata pemikiran ini jelas keliru. Fokus kepada memberi hukuman dan menganggap siswa homogen di dalam pembelajaran bisa menjadi boomerang bagi diri sendiri. Sebagai seorang pendidik akan selalu merasa gagal karena apa yang menjadi harapan sulit untuk dicapai.
Setelah saya mempelajari konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Pola pikir saya berubah. Saya menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kodratnya masing-masing. Saya sadar bahwa harus bisa lebih sabar karena tugas pendidik itu menuntun dengan ikhlas. Kodrat alam yang berupa latar belakang peserta didik jelas berbeda-beda. Beda karakter beda juga perlakuan. Tidak pula juga perlu memberikan hukuman-hukuman yang bersifat tidak mendidik, memberi hukuman yang menyentuh hati dan menebalkan laku dirasa lebih efektif. Apalagi dibubuhi dengan pemberian teladan dari pendidik.
Setelah mempelajari pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini, saya segera bisa menerapkan beberapa hal yang sangat berguna yang kontekstual di sekolah saya. Saya bisa lebih sabar dalam membimbing peserta didik, melakukan pendalaman dan menilik setiap karakter peserta didik untuk menggali kodrat alam yang ada sehingga bisa diberi pelayanan sesuai kodratnya. Mengenali kodrat alam bisa dengan melakukan komunikasi kepada orang tua, keluarga, atau pun teman terdekatnya, minimal bertanya kepada wali kelasnya.
Saya juga bisa menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid. Bisa dengan segera membahagiakan anak di kelas. Memecah kebekuan dengan ice breaking. Menerapkan model-model pembelajaran yang menyenangkan. Bisa juga mengintegrasikan permainan tradisional sebagai konteks sosial budaya ke dalam pembelajaran. Saya yakin anak akan lebih bahagia dan lebih mudah menerima pelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan teknologi digital di era Revolusi Industri 4.0 ini juga sangat berpengaruh untuk meningkatkan motivasi siswa. Penggunaan aplikasi jamboard (papan tulis virtual), padlet.com, quizizz saya coba dan sangat efektif menambah ketertarikan siswa terhadap pembelajaran. Kalau saya boleh bilang, pelajaran yang tidak diintegrasi ke media digital cepat-lambat bisa mati. Supaya hidup maka jangan kita lupa berinovasi!
Salam Merdeka Belajar!
Wassalam.q
Fauzie Purnomo Sidi, S.Pd.,Gr. CGP A6 Lampung Selatan